Wednesday, July 9, 2014

Ketika Nazi, Yahudi dan Islam Duduk di Satu Meja.

Awal tahun 2011 saya mendapatkan tiket Promo Air Asia Tujuan Medan Bangkok seharga 600rb PP. Perjalanan saya mulai dari Bangkok, dari Bangkok saya membeli tiket bus menuju Negara tetangga kamboja tepatnya Wilayah Siem Riep.

Diperbatasan antara Thailand dan Kamboja (Aryapranthet) saya bertemu dengan seorang Backpacker dari Jerman bernama Cristoph, dia sudah berkeliling dunia selama 3 bulan berbekal warisan yang diperoleh dari kakeknya yang menitipkan uang kepada orang tuanya ketika cristoph baru lahir. Pesan Almarhum Kakeknya kira kira seperti ini: Nak, ini uang kudepositokan di Bank tolong kau kasihkan nanti sebagai hadiah ulang tahun cristoph yang ke 18 atau ketika dia sudah lulus SMA, suruh dia gunakan untuk berkeliling dunia. Kakeknya berpesan bahwa apa yang akan didapat dalam traveling selama 6 bulan akan jauh lebih banyak dari pada apa yang dia dapatkan dibangku kuliah selama 4 tahun (sarjana).  Itulah yang  memotivasi cristoph untuk berkeliling dunia seorang diri, seperi yang dulu papanya lakukan. Oh… indahnya tradisi itu.

Masih diperbatasan yang sama ketika mengantri di Imigasi kami berkenalan dengan dua orang wanita backpacker dari Israel bernama Yael dan Ghaoni. Sama seperti saya mereka pun baru memulai perjalanannya sekitar 3 hari dan berencana berkeliling Asia selama 6 bulan kedepan. Di Negara mereka selepas SMA setiap pemuda pemudi diwajibkan untuk memilih menjalani wajib militer atau pelayanan masyarakat Selama 8 bulan sebelum masuk kuliah ditahun berikutnya dan mereka diberikan semacam upah dari pemerintah setelah sukses menjalani pekerjaan tersebut. Dari upah tersebut Ghaoni dan Yael mendapatkan tambahan dari bekerja sebagai pramuniaga selama sekitar 6 bulan untuk mengumpulkan uang membiayai perjalanan ini.

Dibutuhkan waktu sekitar 4 jam dari perbatasan Aryapranthet menuju wilayah siemreap. Kami sampai disiemreap sekitar jam 7 malam. Ghaoni dan yael memutuskan mengikuti kemana aku dan cristhop akan menginap. Kami menemukan sebuah Gusethouse seharga U$D8 perhari perkamar, tentu sangat murah karna masing-masing kamar dapat dihuni oleh 2 orang. Sehingga kami masing-masing hanya perlu membayar U$D4 per orang.

Sehabis meletakkan barang dikamar kami memutuskan untuk mencari makan malam di SiemReap Night Market. Ya, malam itu kami duduk disatu meja dengan sebotol besar Angkor Beer dan segelas Jus Jeruk. Ghaoni, Yael dan Cristoph memutuskan untuk sharing minum Beer. Saya menjelasakan bahwa saya muslim dan tidak boleh minum Alkohol dan mereka sangat menghargai itu. 
Oh indahnya, beberapa abad yang lalu Nazi Jerman membantai Ribuan Kaum Yahudi tapi hari ini seorang Anak cucu yahudi dan jerman sudah benar-benar melupakan itu dan menjalin persahabatan dengan sebotol beer.

Disini perbincangan kami dimulai dengan membahas daerah-daerah yang sudah kami datangi. Saya memperkenalkan Indonesia kepada mereka. Dan bertapa terpukaunya Ghani dan Yael akan Indonesia yang saya ceritakan dan betapa murahnya biaya hidup di Indonesia, mereka langsung membuka Smarthphonenya dan menunjukkan beberapa gambar-gambar pariwisata Indonesia. Yael mengatakan betapa inginnya dia mengunjungi Indonesia, tapi apa daya Republik Indonesia tidak membuka hubungan diplomasi dengna Israel dan sekaligus mementahkan paspor mereka jika hendak berkunjung ke Indonesia.

Malam itu begitu menyenangkan, dimana kami semua dengan Background kami yang hanya anak muda rakyat jelata dinegara kami masing-masing berbagi kisah hidup dan menjadi sahabat. Si Jerman dengan rendah hati dan sangat tertarik mendengarkan cerita-cerita dari yerusallem tentang pandangan orang yahudi terhadap peristiwa era nazi dulu, si Israel dengan ramah menuangkan beer ke gelas si jerman dan sambil bercerita betapa tidak setujunya dia tentang konflik di Gaza, dan si Indonesia menceritakan betapa ingin tahunya dia terhadap pandangan orang yahudi terhadap Indonesia yang mayoritas Muslim.

Satu lagi hal yang tersirat dalam perjalanan saya ini dalam benak saya, mengapa banyak sekali pemuda pemudi Israel yang melakukan traveling setelah lulus SMA. Mungkin saja jika prediksi saya benar, ini adalah salah satu cara Negara Israel memperkenalkan diri kepada dunia melalui duta-duti anak muda-mudi mereka yang bertraveling keliling dunia. Negara mengeluarkan uang untuk mereka bertraveling dan menjadi pintar karna traveling pasti akan membuka wawasan mereka terhadap dunia akan ilmu-ilmu yang tidak akan mereka dapat diperkuliahan.

Oh indahnya….  Semua itu selesai dimeja ini dengan sebotol beer dan segelas jus jeruk Kamboja.